{getFeatured} $label={recent} $type={featured1}
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadist tentang Kekayaan hati

Kekayaan hati
------------------
Setiap manusia yang dilahirkan didunia ini sudah memiliki ketentuan dan tetapan yang telah digariskan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Istilah Qodo dan Qodar juga sudah jelas diketahui seluruh umat, contoh saja hal yang masuk pada kategori qodo adalah lembar kematian makhluk yang telah ditulis dalam Lauhul Mahfudz, jauh sebelum manusia lahir, serta rezeki yang ditetapkan oleh-Nya terhadap seseorang sudah ditakar sesuai alur hidup pribadi masing-masing. Namun, disini kita akan mengupas lebih dalam tentang rezeki yang nantinya akan berdampak pada tingkat kategori miskin atau kayanya seseorang.

Rezeki setiap makhluk adalah berbeda-beda. Rejeki bisa berupa harta atau asset bisa berupa hal lain yang berkaitan dengan kenikmatan dan kepuasan. Jika kaya diartikan sebagai suatu hal yang berharga atau asset dan digunakan maka rejekinya melimpah. Jika kaya diartikan sebagai kepuasan batin, contoh seseorang miskin, tapi dia memiliki kebutuhan yang dipenuhi dan rasa syukur yang besar dan mengakui bahwa dia puas atas kebutuhannya itu tercapai maka istilah kaya tidak hanya pada batas “Seberapa yang kita punya, tapi apa yang kita syukuri”. Orang miskin pun bisa masuk pada kategori kaya.

Masuk pada definisi kaya, kaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah seseorang yang memiliki banyak harta. Harta disini dimaknai sebagai sesuatu barang yang berharga dan dapat dimanfaatkan oleh dirinya sendiri, keluarganya, dan orang yang membutuhkan dari padanya. orang kaya memiliki banyak harta. Salah satu tanda seseorang dilabeli “kaya” apabila dia telah mampu menjadi manusia yang independen(mandiri) dan kebutuhan hidupnya tidak berkekurangan, bahkan bisa menginfakkan atau menshodaqohkan hartanya dijalan Allah seperti melunasi hutang kerabat yang membutuhkan, dan bershodaqoh terhadap anak yatim atau faqir miskin.

Namun, harta tak selamanya menjadi tolak ukur seseorang benar-benar kaya sesungguhnya, karna apa yang sebenarnya konkreat tidak semuanya bisa menembus kepuasan hidup, bukankah seseorang mengumpulkan harta agar kaya bukan? Dengan paradigm secara mayoritas seperti ini yang mengatakan bahwa dengan seseorang yang hidupnya tidak mengalami kekurangan, mereka sudah dianggap kaya(red:berhasil secara finansial) telah terpenuhi. Jika sudah bicara terpenuhi atau tidak hal itu akan menyinggung pada tingkat kepuasan seseorang. Namun, anggapan “Kaya akan memenuhi segala kepuasan” merupakan hal yang kurang benar. Sebab, seseorang pun yang ada ditingkat “banyak uang” alias “kaya” tak semuanya merasa bahagia dan tenang dalam hidup, jadi hasilnya kekayaan tidak menjadi tolak ukur kepuasan hidup seseoorang. Jika boleh meminjam kata mutiara Albert Einstein bahwasanya “not everything that can be counted counts, and not everything that counts can be counted” yang memiliki makna tidak semua hal yang dapat dihitung dapat dikalkulasi/diperhitungkan. Dan tidak semua yang diperhitungkan dapat dihitung. Hal ini mencakup kedudukan, kepercayaan, dan kepuasan seseorang terhadap seseuatu. Oleh karena itu, kaya sebab hal yang konkreat itu tidak kaya yang sebenarnya.

Al-Quran sudah menjelaskan tentang konsep harta dan kekayaan manusia. Seperti yang termaktub didalam Al-Qur’an Allah berfirman : “Diperindah bagi manusia untuk cinta kepada yang diinginkan : baik itu wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, serta kuda yang bertanda, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah semua harta kehidupan dunia dan di sisi Allah terdapat tempat kembali yang paling baik”. (Ali Imran ayat 14)

Dikutip dari sumber Bernas.Id, Bapak Shafie Shamsuddin, CEO PT. Transretail Indonesia, pernah membahas tentang kekayaan. Beliau menyebutkan, ada lima hal yang bisa dikategorikan sebagai kekayaan :

Pertama adalah harta atau aset. Aset berupa tanah, rumah, kendaraan dan perhiasan. Kedua adalah rezeki. Tidak semua aset yang kita miliki adalah rezeki kita. Uang yang sekarang ada dikantong seseorang akan menjadi rezeki apabila dia telah menggunakannya, namun jika sudah hilang seperti jatuh dijalan, maka hal itu bukan rejeki seseorang tersebut. Ketiga adalah karunia. Allah memberikan kemampuan yang berbeda-beda antara manusia satu dengan lainnya. Atau dengan kata lain manusia mempunyai kecendungan menarik yang berbeda. Keempat adalah kenyamanan. Salah satu kekayaan yang kita harapkan adalah kenyamanan. Saat seseorang memiliki orang tua yang dihormati, istri dan anak yang dicintai serta sanak saudara yang selalu ada di sekeliling kita, di sanalah letak kenyamanan. Kelima kenikmatan. Nikmat adalah sebuah proses usaha sampai dengan hasil yang bisa kita rasakan manfaatnya.

Oleh sebab itu, kekayaan tidak selalu dikaitkan dengan hal yang konkreat tanpa memperdulikan yang abstrak. Bersyukur adalah kaya hati yang menembus kualifikasi kaya harta atau asset. Jika memang kaya asset dapat membuat seseorang lebih meningkatkan keimanan kepada Tuhan, dengan adanya Harta tersebut seseorang lebih bersyukur dan digunakan untuk menyodaqohkan kepada yang lebih membutuhkan maka, disana akan dimuncul kekayaan hati yang luarbiasa. Baik kaya atau pun miskin, bisa merasakan kekayaan yang sejatinya, baik dihadapan dirinya sendiri, orang lain, dan Tuhan yang Maha Kaya<sumber>

Sahih al-Bukhori:5965

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: 

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ.

Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw, beliau bersabda: 

Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, akan tetapi kekayaan itu adalah kekayaan hati.

Pesan :
1. Kekayaan bukanlah diukur dengan jumlah harta, namun dilihat dari kekayaan hati.
2. Perkayalah hati anda dengan senantiasa mengingat Allah, bersyukur dan beramal baik lillahi ta'ala

Post a Comment for "Hadist tentang Kekayaan hati"